Rabu, 26 Agustus 2009

PENELITI

Karena spesifikasinya, sebenarnya tidak banyak orang yang berbakat untuk menjadi peneliti yang baik. Di antara yang tidak banyak itu hanya sedikit yang memilih jalan hidup sebagai peneliti. Penelitian dan menjadi peneliti banyak berhubungan dengan kegiatan yang dilakukan dengan hasil dinikmati lebih batiniah daripada kepuasan material.
Profesor Pendleton dari Universitas Wisconsin pernah memberikan nasehat berharga kepada para peneliti pemula di Institut Pertanian Bogor. Sari nasehat tersebut yang tampaknya masih relevan untuk situasi dan kondisi kini di Indonesia berjudul “Open Your I’s”, yang terdengar sebagai “Open Your Eyes”, yang berarti “Buka mata Anda”. Butir-butir berinisial “I” yang dimaksud ialah:
1. Intelegence
Merupakan syarat esensial. Jadi harus dipenuhi. Tetapi, repotnya ini adalah masalah yang cukup peka. Umumnya calon peneliti atau yang formalnya bekerja sebagai peneliti enggan dinilai dalam hal ini. Sayangnya tidak banyak orang yang sebetulnya cerdas tertarik menjadi peneliti. Sayangnya lagi, tidak sedikit orang cerdas yang memilih jalan hidupnya sebagai peneliti tidak jarang kurang disukai orang tertentu karena suka berpandangan ‘melawan arus’. Seorang (calon) peneliti dipandang telah menguasai dengan baik pengetahuan (sampai taraf tertentu sesuai latar pendidikan dan pengalamannya) dalam suatu bidang ilmunya sendiri yang berkenaan dengan masalah yang (akan) ditelitinya. Selain menguasai bidang ilmunya sendiri, seorang peneliti diharapkan mampu menggunakan penalaran yang mantis dalam upayanya menemukan, mengenal dan merumuskan masalah, menyusun rancangan kajian dan menafsirkan hasil analisis data.
Untuk keperluan tersebut seorang peneliti (apalagi yang pemula) dalam waktu senggangnya dapat meluangkan waktu untuk mengasah daya nalar, analisis dan sintesis dengan mempelajari logika, filsafat ilmu dan metode penelitian. Ada kecenderungan kini dan masa depan bahwa matematika, hitung peluang, statistika dan pengetahuan komputasi makin banyak diterapkan dengan kadar yang makin tinggi dalam beberapa bidang ilmu-ilmu empiris. Sehingga boleh dikatakan tidak dapat dipisahkan dari bidang ilmu itu sendiri. Banyak pengamatan menunjukkan bahwa pakar-pakar dalam suatu bidang ilmu pengetahuan alam dan teknologi masa kini yang menonjol hampir semuanya telah memperkuat diri mereka dengan penguasaan metode kuantitatif sebagai suatu ‘bahasa’ ilmu.
2. Interest
Adanya keingintahuan (curiousity) khusus dan mendalam terhadap bidang bidang penelitian yang (akan) ditekuni untuk dikaji. Mereka biasanya bersikap ‘skeptis’ dan jarang menjadi peneliti ‘bajing loncat’, jarang mau menjadi sebagai peneliti anggota ‘honorer’ tanpa memberikan sumbangan pemikiran.
3. Imaginative
Jadilah perenung dan pemikir asli, bukan penjiplak membabi-buta. Kemajuan ilmu tidak terjadi hanya dengan selalu meniru apa yang telah dilakukan orang lain, dengan menggunakan serba teknik dan prosedur yang tepat sama. Berusahalah untuk menjadi penggagas asli yang produktif. Mereka yang berdaya khayal tinggi biasanya tidak bersikap dogmatis. Mereka memiliki kemampuan mengelanakan pikirannya ketika merancang suatu penelitian dan menafsirkan hasil analisis data. Mereka tidak bertindak mekanistis atau ritual ketika menganalisis data penelitiannya.
4. Initiative
Mulailah berpra-karsa dari sekarang! Anda harus aktif! Jangan bersikap pasif, menunggu perintah, petunjuk, bantuan dan sebagainya dari orang lain sebelum memulai sendiri. Jangan mencari-cari dalih untuk tidak segera memulai sesuatu.
5. Informative
Rajin dan gigih dalam mencari dan mengumpulkan keterangan dari temuan-temuan hasil penelitian terdahulu, baik dari sumber setempat maupun lainnya. Jangan bosan mencarinya ke perpustakaan. Jika perlu, perluas komunikasi untuk memperoleh keterangan yang diperlukan.
Bersikap terbuka dalam menerima keterangan dan demikian juga sebaliknya terbuka pula untuk memberikan keterangan tentang apa yang Anda kaji atau temuan penting apa yang didapat dari hasil suatu kajian. Yaitu, sepanjang tidak melanggar batas kerahasiaan yang harus dijaga.
6. Inventive
Berpikir dan bertindak dengan penuh karsa (kreatif). Jangan cepat putus asa atau berpangku tangan ketika berhadapan dengan keterbatasan, hambatan atau kendala. Misalnya, prosedur baku tidak dapat diselenggarakan sebagaimana harusnya dan bahan atau peralatan yang tepat atau dikehendaki tidak tersedia. Jika perlu, usahakanlah untuk me mikirkan, mencari pilihan atau menciptakan sendiri penggantinya.
7. Industrious
Jangan segan menggunakan ‘tangan’ dan panca indera sendiri. Penelitian tidak jarang dan tidak sedikit memerlukan kerja fisik, yang tidak selalu dapat diharapkan berhasil baik jika Anda hanya bisa menyuruh orang untuk mengerjakannya. Seseorang yang terlalu sedikit mengerjakan kegiatan penelitian hasil gagasannya sendiri, ‘nge-bos’ dengan terlalu banyak mengandalkan kerja ‘pembantu’ sebenarnya telah ‘menjual’ gagasannya. Dengan demikian, apakah masih berhak untuk menuntut suatu kehormatan dari hasil penelitian yang praktis semuanya dikerjakan oleh orang?
8. Intense observer
Senangi dan hayati penelitian Anda. Lakukan pengamatan dengan seksama, teliti dan mendalam. Waspadai hal-hal yang tidak wajar. Catat, telaah dan pertimbangkan semuanya itu ketika menyunting, mengkompilasi, menganalisis dan menafsirkan data.
9. Integrity
Diperlukan secara mutlak. Jangan membohongi diri atau hati nurani sendiri, walaupun tidak seorang pun kelak bakal mengutiknya. Diperlukan ketegaran sikap Anda untuk menegakkan ‘kebenaran ilmiah’, karena hal ini tidak selalu mudah, aman atau dianggap wajar dalam kenyataan dalam masyarakat. Secara umum, T. Mann – seorang filosof – pernah berujar “If any man seeks for greatness, ask him for truth and he will find both ”.
Ada kesan bahwa ketika seseorang mengemukakan suatu teori atau hipotesisnya maka biasanya cukup banyak orang lain menyangsikan kelayakan anggapan-anggapan, teori-teori atau hipotesis-hipotesis yang di gunakan peneliti. Peneliti biasanya dengan gigih mempertahankan (kadang-kadang terkesan sebagai enggan menerima sanggahan) bahwa hal yang dikemukakannya itu adalah pantas.
Bagi peneliti, teori atau hipotesis yang digunakan dipandang sebagai milik atau menjadi bagian dari dirinya. Hipotesis adalah ‘anak kandung’ peneliti. Tetapi, situasi sebaliknya dapat terjadi ketika peneliti menyajikan temuan-temuan dari hasil penelitiannya. Orang lain cenderung tidak mempersoalkan ‘kebenaran’ data yang dikumpulkan peneliti, karena umumnya orang percaya bahwa peneliti tentunya telah berbuat jujur dalam mengumpulkan data dan berbuat objektif dalam mengolah data dan menyajikan hasil analisis data. Kendati begitu dan walaupun peneliti tidak berbohong, tidak jarang kini dia sendirilah yang meragukan temuan-temuannya. Karena dialah yang paling mengetahui adanya berbagai keterbatasan dan kendala yang terjadi ketika penelitian. Peneliti yang jujur tidak akan menyembunyikan adanya ‘temuan negatif’ yang sebenarnya dapat menjadi umpan-balik berharga bagi penelitian akan datang. Didapatnya temuan negatif akan memilah wilayah ketidaktahuan dari keseluruhan wilayah pengetahuan. Pengutaraan kekurangan yang diketahui dari penyelenggaraan suatu penelitian akan mengingatkan orang untuk tidak mengulang kekeliruan yang sama pada penelitian berikutnya.
10. Infectious enthusiasm
Bersemangat menggelora. Ceritakan penelitian Anda kepada orang lain dengan cara yang baik dan menarik, pada waktu, suasana dan tempat serta terhadap pendengar yang tepat. Jelaskan tanpa bertele-tele tujuan yang diharapkan dari hasil yang (akan) diperoleh, sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
11. Indefatigable writer
Jadilah penulis yang tidak mudah putus asa, jauh dari malas menulis. Kenali dengan baik apa suasana kondusif yang membuat Anda dapat berkonsentrasi untuk menulis dan apa yang dapat membuyarkan konsentrasi. Sejauh mungkin hindari situasi disebutkan terakhir. Adanya ilham tidak terduga. Ilham datang tiba-tiba saja pada waktu, tempat dan sebagainya yang tidak terduga. Segera catat bisikan nurani yang tidak terdengar oleh orang lain itu. Ingat bahwa ingatan dapat tidak setia. Lupa adalah manusiawi. Hasil penelitian baru menjadi ilmu pengetahuan hanya jika hasilnya sudah ditulis, dikomunikasikan dan disebar-luaskan agar diketahui masyarakat ilmiah untuk pengujian lebih lanjut.
Jika kesebelas I di atas dapat dipenuhi atau dijalankan dengan baik, niscaya atas izin Allah, Anda dengan sendirinya akan mendapatkan imbalan (Incentive) dalam bentuk seperti kemudahan untuk memperoleh dana penelitian, kemasyhuran, kesempatan melanglang-buana untuk berjumpa dan bertukar pikir dengan sesama ilmuwan sebidang atau bukan, kenaikan pangkat, kebanggaan pribadi atau paling tidak adalah pahala – jika sebelumnya telah diniatkan. Senangi dan nikmatilah penelitian Anda.

STATISTISI PROFESIONAL

STATISTISI PROFESIONAL
Seorang statistisi idealnya memiliki minat, perhatian dan kepekaan yang mendalam terhadap perancangan pengumpulan data, penganalisisan data dan penafsiran data dalam cara sejauh mungkin yang terbaik. Seorang statistisi ideal harus komunikatif. Mampu menjadi pendengar, pembicara dan penulis yang baik. Lebih rincinya, seorang statistisi profesional harus mampu (Chatfield, 1988):
Ø memahami suatu masalah dalam suatu bidang ilmu bukan-statistika dalam ‘bahasa’ bidang ilmu tersebut dan kemudian merumuskan masalah nyata tersebut ke dalam ‘bahasa statistika’;
Ø memberikan nasihat mengenai perancangan pengumpulan data yang efisien;
Ø memberikan nasihat atau melakukan analisis data yang efektif, sesuai pernyataan masalah atau hipotesis penelitian mengenai masalah yang dihadapi dan menambang sejumlah maksimum keterangan yang terberikan oleh data;
Ø menafsirkan hasil analisis data, yaitu ringkasan-ringkasan data, menerjemahkan tafsiran statistis ke dalam ‘bahasa’ bidang
ilmu klien dan mengkomunikasikannya;
Ø selalu mengikuti perkembangan mutakhir ilmu statistika dan penerapannya;
Ø jika mungkin memberikan sumbangan terhadap kemajuan statistika.
Mutu hasil yang terbuahkan dari komunikasi antara pengguna statistika dan statistisi tidak hanya ditentukan oleh mutu seorang statistisi tetapi juga dari klien. Dalam komunikasi yang baik jangan sampai terjadi subordinasi. Kedua belah pihak harus bersikap terbuka untuk informasi yang berhubungan masalah yang dikonsultasikan.
Ada pandangan atau slogan bahwa:
“Statistisi (harus) mengetahui serba sedikit tentang yang banyak sedangkan klien (harus) banyak mengetahui tentang yang sedikit”
Dalam kedudukan sebagai anggota komisi penasihat untuk bimbingan skripsi, tesis atau disertasi guna mendapatkan gelar tingkat sarjana atau pasca-sarjana dalam suatu bidang ilmu bukan statistika mungkin seorang statisisi memikul beban lebih berat daripada pembimbing dari cabang-cabang ilmu yang mendasari penelitian seorang mahasiswa. Hal ini jarang disadari oleh mahasiswa bahkan mungkin oleh pembimbing lainnya.
Situasi serupa juga dihadapi oleh seorang statistisi yang mengasuh kelas-kelas pelayanan untuk suatu matakuliah statistika. Pengajar statistika idealnya dapat mengajarkan konsep-konsep dan teknik-teknik statistika melalui acara-acara kuliah dan praktika berlandas projek dalam bidang ilmu program studi para mahasiswanya. Ini dimaksudkan agar statistika yang diajarkan itu berhubungan dengan pembinaan dan pengembangan bidang minat profesional mahasiswa sendiri.
Sebaliknya, pengajar bidang ilmu bukan statistika atau pengguna statistika dituntut untuk benar-benar mengetahui spesifikasi teknik statistika yang dipilih untuk digunakan. Yaitu yang mempertelakan kuasanya, berikut anggapan-anggapan yang mendasarinya dan sekaligus menunjukkan keterbatasannya. Hal ini perlu diketahui agar pengguna terhindar dari berbuat “misuse” atau “abuse”, yaitu menggunakan suatu teknik statistika secara keliru, melampaui hak, kapasitas atau kemampuannya.

PENELITIAN ILMIAH

PENELITIAN ILMIAH
Tidak semua kegiatan mencari tahu adalah kegiatan penelitian dalam makna “research”, dan tidak semua ‘penelitian’ seperti disebut di atas tadi dapat dikatakan sebagai penelitian ilmiah. Lalu, dengan demikian, apa yang dimaksudkan dengan penelitian ilmiah?
Ciri-ciri suatu penelitian ilmiah adalah bersistem, dikendali, empiris dan penyelidikan kritis terhadap proposisi hipotetis mengenai hubungan yang diperkirakan antar gejala-gejala alamiah. Pendekatan ilmiah adalah suatu bentuk khusus disistematiskan dari semua pemikiran reflektif dan pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari rasa ingin-tahu mendalam.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa suatu penelitian ilmiah:
1. Tertata menurut suatu sistem, dengan peneliti dapat memiliki kepercayaan kritis (tidak dogmatis) terhadap hasil yang didapat dari penelitian.
2. Empiris. Jika peneliti mempercayai sesuatu, maka hal itu harus didasarkan atas data empiris yang terbuka untuk diuji lagi secara objektif, baik oleh peneliti bersangkutan maupun oleh peneliti lain, yaitu suatu pengujian yang bebas dari perasaan pribadi bersangkutan.
Dalam suatu laporan ilmiah pemerian yang jujur, singkat tetapi jelas mengenai bahan (objek) penelitian yang digunakan, perlakuan atau faktor yang ditelaah pengaruhnya, rancangan dan prosedur pengumpulan data, satuan pengamatan, definisi dan pengukuran peubah-peubah penelitian, suasana ketika pengumpulan data, satuan evaluasi dan sebagainya perlu dicantumkan agar peneliti lain dapat memberikan penilaiannya secara objektif. Baik terhadap hasil penelitian itu sendiri maupun dalam membandingkannya dengan penelitian serupa, termasuk yang masih dalam status rencana.
Suatu penelitian ilmiah pada dasarnya adalah mendeduksi suatu teori pada keadaan-keadaan sebatas yang nyata dilakukan dan dipelajari, untuk kemudian melakukan suatu induksi berdasarkan keterangan yang dapat ditambang dari data empiris untuk maksud memperbaiki teori yang ada. Bahkan mungkin menghasilkan teori baru mengenai sesuatu.
Di lingkungan akademisi Indonesia istilah “penyelidikan”, “pengkajian” dan “penelitian” masing-masing tampaknya telah diterima secara luas sebagai suatu padanan terhadap istilah-istilah “investigation”, “study” dan “research” dalam Bahasa Inggeris.
Menyelenggarakan suatu telaahan, kajian atau penelitian ilmiah dalam suatu bidang atau lintas-bidang ilmu-pengetahuan & teknologi dan kemudian menyajikannya ke dalam suatu bentuk karya tulis ilmiah: skripsi, tesis atau disertasi merupakan suatu pra-syarat untuk meraih gelar akademis: sarjana, magister atau doktor. Tetapi, ditenggarai bahwa tidak sedikit mahasiswa mengalami hambatan dari dalam dirinya sendiri ketika berhadapan dengan tugas tersebut.
Mahasiswa perlu dibekali atau membekali diri dengan pengetahuan mengenai metodologi penelitian dan pedoman menyusun karya tulis ilmiah. Bahan yang diberikan untuk masing-masing dari kedua hal tadi dapat bervariasi untuk antar program-program studi. Yaitu, misalnya karena perbedaan dalam hal kekhasan program studi dan konvensi yang diikuti. Tetapi dalam banyak hal umumnya menunjukkan kesamaan, kesejajaran atau kesetaraan dalam asas-asas dan teknik-teknik.
Pemberian satu atau lebih matakuliah dalam statistika dimaksudkan untuk membekali mahasiswa agar mampu menggunakan statistika sebagai suatu ‘alat’ atau ‘bahasa’ bantu dalam memahami dan mengembangkan sendiri konsep-konsep dalam bidang-bidang ilmu minatnya dan sebagai ‘alat’ berharga untuk penelitian dan pengembangan suatu bidang “IpTek”.
Ada berbagai penamaan jenis-jenis penelitian yang kadang terasa rancu seperti halnya sering ditemukan dari penggunaan kata ‘penelitian’ untuk kegiatan-kegiatan yang sebenarnya bukan penelitian dalam makna ‘research’. Tidak jarang yang dimaksud dengan ‘penelitian’ ternyata adalah lebih merupakan kegiatan untuk mencari tahu mengenai sesuatu dalam makna pelacakan pendeterminasian, pemeriksaan, uji-coba, pengeksplorasian atau penyelidikan.
Ada berbagai penamaan dikhotomi berjenis-jenis penelitian, misalnya penelitian ‘sendiri’ lawan penelitian ‘pesanan’, penelitian ‘akademis’ lawan penelitian ‘praktis’, penelitian ‘ilmiah’ lawan penelitian ‘terapan’, penelitian pengembangan, penelitian ‘kuantitatif’ lawan penelitian ‘kualitatif’. Penamaan lainnya, misalnya penelitian ‘tindak’, penelitian ‘kebijakan’, penelitian ‘eksploratif’, penelitian ‘deskriptif’, penelitian ‘komparatif’, penelitian ‘verifikatif’, penelitian ‘konfirmatif’ dan sebagainya.
Penyelenggaraan suatu kajian dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen: masukan, proses dan keluaran. Langkah-langkah dalam proses penyelidikan, pengkajian atau penelitian kental dengan upaya-upaya untuk menjadi tahu dari status semula: belum atau belum jelas diketahui atau pengetahuan yang ada belum memuaskan atau masih diragukan kebenarannya. Ini antara lain dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pengumpulan data empiris: pendeterminasian, pengenalan, pelacakan, perunutan, penelusuran, pemeriksaan, pengujian dan sebagainya.
Secara garis besar langkah-langkah pokok penelitian adalah:
(1) Menemukan (menjaring), mengenal lebih lanjut (menyaring) dan menyarikan/me-rumuskan masalah
(2) Menentukan pilihan pemecahan masalah
(3) Merumuskan pernyataan-pernyataan masalah dan jika ada pernyataan-pernyataan hipotesis penelitian
(4) Merumuskan sasaran, tujuan dan mungkin implikasi praktis kelak dari hasil penelitian yang direncanakan
(5) Merancang teknik dan prosedur pengumpulan data empiris
(6) Mengumpulkan data
(7) Mengelola, memeriksa dan menganalisis data
(8) Menafsirkan hasil analisis data
(9) Menarik simpulan-simpulan dan mungkin memberikan umpan-balik
(10) Membuat saran atau rekomendasi: generalisasi, implikasi dan perbaikan model
(11) Mengembangkan dan/atau menyebarluaskan hasil penelitian
Langkah-langkah di atas boleh jadi tidak lempang. Kegiatan-kegiatan mungkin saja merupakan suatu spiral langkah-langkah di mana pada suatu langkah mungkin ada suatu pilihan yang diambil untuk dijalani dari beberapa pilihan tertentu. Langkah yang diambil dapat berulang-balik (Babbie, 1989; 1990).

Statistika sebagai suatu alat dapat diperankan dalam nyaris semua langkah kegiatan penelitian. Pernyataan ini membantah pandangan tidak sedikit dari pengguna yang menyangka statistika terutama hanya diperlukan pada tahap pengolahan data.
Penelitian empiris akan berhubungan dengan data nyata yang belum tersedia atau sudah tersedia. Data yang didapat dari kegiatan pengumpulan data tentu diharapkan yang bermutu tinggi. Yaitu, data mutakhir yang didapat dengan cara yang sah, terandalkan, seksama dan teliti serta mencukupi rincian sesuai keperluan. Statistika ingin berhadapan dengan data ‘berkualitas’ tinggi, baik untuk peubah-peubah penelitian yang ‘kualitatif’ maupun ‘kuantitatif’, untuk dianalisis secara ‘kuantitatif’. Statistika tidak dapat berbuat banyak terhadap “messy data”. Dalam statistika berlaku pandangan "garbage in garbage out".
Seperti halnya dengan metode ilmiah yang bekerja dengan data empiris statistika tidak dapat bekerja dengan peubah yang atribut-atributnya tidak dapat diukur atau dinilai.
Dengan data dari peubah-peubah terukur ada teknik statistika yang mampu membangkitkan peubah-peubah konsep. Atau sebaliknya, untuk suatu peubah terukur terberikan faktor-faktor konseptualnya.
Kegiatan-kegiatan itu dapat dipandang sebagai suatu proses iteratif dalam menemukan ilmu, yang bagaikan kegiatan-kegiatan tanpa akhir. Dari suatu pemecahan masalah mungkin akan lahir masalah baru yang menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Suatu penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan baru yang diperlukan untuk memperluas cakrawala ilmu-pengetahuan. Jadi, masalah yang akan diteliti haruslah yang belum atau belum tuntas terpecahkan. Ini tidak harus merupakan masalah yang benar-benar baru dan sama sekali belum pernah diteliti sebelumnya. Karena pada umumnya suatu penelitian merupakan bagian dari proses iteratif (Box, Hunter dan Hunter, 1978) dari ranah data (fakta/gejala/data empiric) ke ranah teori (model/hipotesis/ konjektur) atau sebaliknya dalam usaha menemukan ilmu-pengetahuan untuk mengembangkan suatu teori atau bahkan mungkin mendapatkan suatu teori baru.
Suatu penelitian untuk tujuan memahami sendiri suatu konsep atau teori tertentu dalam proses belajar dan digunakan untuk diri sendiri, tidak untuk maksud memberikan sumbangan teori baru (atau memperbaiki teori lama) yang akan memperkaya khasanah ilmu-pengetahuan, merupakan suatu kecuali.
Status suatu penelitian mungkin merupakan suatu bagian dari suatu seri penelitian-penelitian dari suatu ‘payung’ penelitian’ bercakupan lebih luas atau berjangka panjang. Kita mengenal adanya pentahapan dalam penelitian tertentu mengenai suatu masalah, lebih-lebih yang diselenggarakan oleh suatu lembaga penelitian. Penelitian-penelitian serupa dengan suatu penelitian yang direncanakan mungkin telah ada dan informasinya tersedia.
Jarang ada suatu penelitian yang benar-benar merupakan suatu penelitian perintis. Memang betul fakta menunjukkan bahwa dari sekian banyak penelitian yang dilakukan, cukup banyak yang tidak ditulis laporannya. Di antara yang telah ditulis laporannya cukup banyak tidak dikomunikasikan dalam bentuk terbitan dan selanjutnya di antara yang diterbitkan itu mungkin hanya sedikit dari masyarakat ilmiah telah membacanya dengan kritis.
Oleh karena itu, langkah arif sebelum merumuskan pernyataan masalah ialah lebih dahulu menelaah temuan-temuan sebelumnya, mempelajari teori-teori atau konsep-konsep yang ada dan dapat digunakan untuk penelitian yang hendak dirancang. Yaitu, yang berkaitan dengan kenyataan atau gejala yang dihadapi sebagai masalah kini. Jadilah perenung dan pemikir asli, bukan sebagai penjiplak membabi-buta. Kemajuan ilmu tidak terjadi hanya dengan selalu meniru apa yang telah dilakukan orang lain, dengan menggunakan serba prosedur dan teknik yang tepat sama. Berusahalah untuk menjadi penggagas atau penemu asli yang produktif. Perkecualian barangkali jika yang dimaksud ialah untuk alih pengetahuan dan teknologi

ILMU DAN TEORI

Ilmu dan Teori
Pertanyaan "apakah ilmu itu" tidak mudah dijawab secara langsung meskipun beberapa definisi ada dibuat. Agaknya ada tiga stereotip populer yang dapat merintangi seseorang memahami apa itu kegiatan ilmiah.
Stereotip pertama, ilmuwan dibayangkan sebagai sosok manusia aneh berbaju serba putih polos, bekerja untuk menemukan fakta-fakta di laboratorium dengan menggunakan peralatan rumit, melakukan banyak
percobaan dan mengakumulasikan fakta-fakta untuk tujuan akhir memperbaiki nasib manusia.
Stereotip kedua, ilmuwan dibayangkan sebagai sosok individu berotak cemerlang, suka berpikir dan bergelut dengan teori-teori rumit dan biasanya menghabiskan waktunya di ‘menara gading’, jauh dari dunia kehidupan nyata berikut masalah-masalahnya. Ilmuwan ini agaknya ahli teori jauh dari dunia praktik, kendati pemikiran dan teorinya ada kalanya membimbing ke arah hasil-hasil praktis yang nyata.
Stereotip ketiga menyamakan ilmu dengan rekayasa dan teknologi. Pembangunan jalan tol layang, jalan bawah-tanah, teknologi pesawat udara, wahana ruang angkasa, otomasi industri, penemuan mesin pintar dan berbagai karya besar lainnya yang memungkinkan kehidupan manusia menjadi lebih praktis, nyaman, bergengsi dan efisien.
Pemahaman di atas dapat merintangi mahasiswa mengerti dengan benar apa itu ilmu, kegiatan serta pemikiran ilmuwan dan penelitian ilmiah secara umum. Pada lain sisi dari dunia ilmiah sendiri ada dua pandangan umum mengenai ilmu. Yaitu, pandangan statis dan pandangan dinamis. Dalam pandangan statis, yang agaknya mempengaruhi kebanyakan orang awam dan mahasiswa, ilmu adalah suatu kegiatan yang menyumbang keterangan bersistem terhadap dunia.
Tugas ilmuwan adalah menemukan fakta-fakta baru dan menambahkannya terhadap khasanah informasi yang sudah ada. Ringkasnya, ilmu bahkan digambarkan sebagai khasanah kumpulan fakta-fakta yang tertata baik. Dalam pandangan ini, ilmu ialah juga suatu cara menjelaskan gejala-gejala diamati. Kemudian, tekanannya adalah pada status mutakhir pengetahuan dan pengayaannya, pada perluasan pengetahuan dan gugus hukum-hukum, teori-teori, hipotesis-hipotesis dan asas-asas mutakhir.
Dalam pandangan dinamis ilmu dilihat sebagai suatu kegiatan, yaitu apa yang dilakukan oleh ilmuwan. Status mutakhir pengetahuan tentu saja penting. Tetapi hal itu penting terutama karena merupakan suatu landasan untuk teori ilmiah dan penelitian akan datang. Perihal demikian ini disebut sebagai suatu pandangan heuristik. Kata "heuristik" berarti pelayanan untuk penemuan atau pernyataan maksud, termasuk kegiatan penemuan bagi diri sendiri. Misalnya, dalam inovasi pendidikan murid dibimbing menemukan sendiri untuk memahami sesuatu bagi dirinya sendiri. Pandangan heuristik dalam ilmu menekankan teori dan antar kaitan skemata konseptual yang membuahkan penelitian lebih lanjut. Heuristik dapat juga disebut pemecahan masalah, tetapi dengan penekanan imaginatif yang bukan dimaksudkan sebagai pemecahan masalah rutin. Penelitian dari, oleh dan untuk mahasiswa program sarjana umumnya dapat dipandang dari sudut tujuan heuristik dalam pengembangan ilmu.
Fungsi ilmu
Ada dua pandangan berbeda. Praktisi dan bukan-ilmuwan umumnya memikirkan ilmu sebagai suatu disiplin atau kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki sesuatu atau untuk menciptakan kemajuan. Fungsi ilmu dalam pandangan ini adalah untuk membuat penemuan-penemuan, mempelajari fakta-fakta dan mengembangkan pengetahuan untuk maksud memperbaiki sesuatu.
Pandangan yang amat jauh berbeda ialah seperti dikemukakan oleh Braithwaite (Kerlinger, 1973): “Fungsi ilmu adalah untuk menghasilkan hukum-hukum umum yang meliput perilaku kejadian empiris atau objek-objek dengan mana ilmu terkait terhadap jalan mencari ‘jawaban’ atas ‘pertanyaan’ ”. Karena ilmu memungkinkan kita untuk menggabungkan pengetahuan dari kejadian-kejadian terpisah yang diketahui, dan untuk membuat prediksi-prediksi yang dapat diandalkan, yaitu untuk kejadian-kejadian belum diketahui.
Teori
Tujuan dasar ilmu adalah teori, atau barangkali secara lebih terbuka adalah untuk menjelaskan gejala alamiah. Penjelasan tersebut dinamakan sebagai teori. Suatu teori mencakup tiga hal, yaitu:
(1) Adanya suatu gugus proposisi-proposisi yang terdiri atas peubah-peubah yang terdefinisikan dengan baik dan hubungan antar peubah-peubah,
(2) Adanya gugus-gugus antarhubungan di antara suatu gugus peubah-peubah yang menyajikan suatu pandangan bersistem dari gejala-gejala yang dideskripsikan oleh peubah-peubah,
(3) Teori menjelaskan gejala-gejala; dengan perkataan lain, suatu teori dapat memberikan prediksi.
Teori adalah himpunan asas-asas yang tertata dan dapat menyatakan hubungan-hubungan yang berarti dalam suatu disiplin ilmu, yang dapat digunakan dan digunakan lagi dalam situasi-situasi berbeda untuk memecahkan masalah-masalah yang menjadi minat bidang ilmu bersangkutan. Suatu teori umumnya terdiri atas konsep-konsep yang dapat diterapkan (Weldon, 1995).
Suatu teori selalu dalam kalimat maklumat yang berimplikasi. Secara umum bentuk tersederhananya ialah dalam pernyataan "Jika A maka B". Bentuk-bentuk yang lebih rumit, misalnya ialah "Jika A dan jika B …… maka Z"; "Jika A maka B, dan jika B pada C maka D".
Teori selalu dalam bentuk umum agar dapat diterapkan lebih umum terhadap banyak gejala dan banyak objek pada berbagai tempat. Suatu hubungan yang terlalu khusus akan kurang luas terterapkan karena hanya berlaku untuk keadaan khusus. Tujuan-tujuan penelitian yang cukup luas, terbatas dan khas tentu saja baik. Namun tujuan-tujuan teoritis penelitian lebih baik daripada alasan-alasan lain. Karena dengan demikian teori akan lebih luas terterapkan dan lebih umum.

EMPAT JALAN untuk MENGETAHUI

EMPAT JALAN untuk MENGETAHUI
Dalam setiap zaman selalu ada yang belum diketahui manusia atau sudah diketahui tetapi dirasakan masih belum tuntas:
apa, siapa, di mana, bilamana, mengapa, bagaimana dsbnya

mengenai berbagai hal: diri sendiri, lingkungan pergaulan, lingkungan hidup, alam semesta dan penciptaNya, isinya dan sebagainya.
Selalu ada manusia yang berusaha untuk menemukan “jawaban” atas “pertanyaan” mengenai suatu hal yang dipandang penting diketahui untuk kepentingan pribadi, masyarakat tertentu atau umat manusia. Bagi mereka kekurangtahuan karena adanya kesenjangan antara
· apa yang mereka telah ketahui dan yakini sebagai kebenaran mengenai suatu hal; dan
· apa yang ingin diketahui lebih lanjut atau lebih tuntas mengenai hal yang ‘dipertanyakan’;
merupakan “masalah” yang perlu dipecahkan. Yang ditanyakan itu di luar khasanah pengetahuannya. Atau, jawaban yang ada belum memuaskan atau masih diragukan kebenarannya. Orang masih meragukan apa yang diperkirakannya sendiri atau orang lain mengenai sesuatu.
Sesuatu yang tidak atau belum diketahui itu dirasakan seseorang sebagai “masalah”. Yaitu, sebagai suatu hambatan kejiwaan yang timbul karena adanya kekosongan antara besarnya rangsangan hasyrat ingin tahu seseorang untuk mengetahui: apa, siapa, berapa, bilamana, di mana, mengapa atau bagaimana sesuatu itu lebih lanjut dengan hal-hal yang sudah diketahuinya. Keingintahuan adalah sesuatu yang naluriah dari manusia: “mahluk berakal budi”.
Hanya sedikit dari ilmu-pengetahuan tak-terbatas yang dimiliki Allah diberikan kepada umat manusia dari semua zaman, dan yang sedikit itu ternyata tidak begitu saja diketahui oleh setiap manusia. Sebagai mahluk berakal-budi, manusia selalu berpikir dan bertanya-tanya tentang sesuatu yang belum diketahuinya atau belum tuntas diketahuinya tentang realitas yang dialaminya.
Mereka tadi ialah orang yang merasa “tidak-tahu” atau “kurang tahu” yang berusaha untuk memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk mengatasi ‘keresahan’ yang ditimbulkan oleh apa yang mereka rasakan sebagai masalah yang perlu dipecahkan. Apa usaha, jalan, metode dan sebagainya yang mereka tempuh untuk menjadi “tahu”?
Menurut Peirce (dalam Kerlinger, 1973), seorang filosof Amerika Serikat, ada empat cara umum untuk memperoleh pengetahuan, yaitu melalui metode-metode kegigihan, kewenangan, intuisi dan ilmiah.
Metode Kegigihan
Metode kegigihan (method of tenacity) atau metode ‘ngotot’ ialah cara yang ditempuh oleh seseorang dalam menerima bahwa sesuatu itu ‘benar’ karena menurut pengetahuannya selama ini hal itulah yang diyakininya sebagai yang benar.
Makin banyak kejadian yang ‘membenarkan’ pengetahuannya itu makin mengukuhkan apa yang diyakininya sebagai ‘benar’ adalah demikian adanya. Kendati mungkin selama ini tidak pernah dilakukan pengendalian untuk menyaring apa sebenarnya kenyataan yang membuktikan ‘kebenaran’ pengetahuan tadi. Yaitu, dengan menguji pengetahuan berdasarkan kenyataan baru. Sikap atau pemikiran lain di luar kebenaran yang diyakini dipandang sebagai sesuatu yang ‘tidak benar’.
Misalnya, kita mengenal banyak pengetahuan taraf lokal yang memiliki kearifan tradisional seperti tercermin dari penggunaan paket teknologi yang lebih berorientasi kepada ‘penyesuaian’ terhadap alam daripada ‘penaklukan’.
Dari pengalaman panjang yang terwariskan dari generasi ke generasi, petani Banjar dan Bugis ‘gigih’ mempertahankan pengetahuan mereka dalam berusahatani padi sawah di lahan rawa pasang surut terhadap teknologi baru yang dianjurkan pemerintah melalui projek-projek pengembangan lahan pasang-surut dalam beberapa tahap penyemaian: ‘palai’ atau ‘teradak’ à pembuatan ‘handil’ berikut mungkin ‘tabat’, penggunaan varietas lokal berumur dalam berbunga-musim, penyiapan bahan tanam ‘ampak’ à ‘lacak’ à pertanaman, penyiapan lahan tanam dengan pengolahan tanah minimum menggunakan ‘tajak’, pengelolaan biomassa mulsa dengan ‘puntal’, ‘balik’, dan ‘hambur’, tanam bibit dengan ‘tetujah’ dan panen dengan ‘ranggaman’, itulah teknologi budidaya padi sawah yang mereka kenal. Untuk diversifikasi penggunaan lahan mereka kembangkan usahatani kelapa dan buah-buahan seperti jeruk ‘keprok’ dan rambutan cangkokan yang ditanam pada ‘tukungan’, yang berangsur-angsur dikembangkan menjadi ‘tembokan’ atau ‘baluran’.
Dengan ‘gigih’ mereka mempertahankan pengetahuan tersebut yang dipandang sebagai yang ‘benar’ (meski dengan masukan rendah didapat hasil yang mantap walaupun rendah tetapi efisien serta yang memungkinkan mereka melakukan kegiatan di luar usahatani) terhadap introduksi pengetahuan baru: pembangunan kanal dengan jaringan-jaringannya, termasuk kolam pasang, penggunaan varietas-varietas baru berumur genjah, tanam dua kali setahun, penggunaan pupuk paberik, kapur pertanian, herbisida, pestisida apalagi pengolahan tanah.
Teladan lain, misalnya tetumbuhan dari spesies jarang yang masih dapat tumbuh ‘baik’ pada tanah ‘gagas’ dipercaya sebagai tumbuhan ‘sakti’ yang memiliki khasiat medis tertentu, faali atau berguna untuk menambah kemampuan seksual kaum lelaki. Organisme-organisme yang mampu hidup pada lingkungan tumbuh yang sangat ekstrim atau sub-marginal seperti pH sangat rendah atau sangat tinggi, suhu tinggi atau suhu rendah, salinitas tinggi, kekurangan atau ekses air dan sebagainya dipercaya mengandung atau menghasilkan zat-zat tertentu yang berkhasiat farmakologis untuk manusia.
Metode Kewenangan
Sumber pengetahuan yang digunakan dalam metode ini lebih selektif daripada sumber untuk metode kegigihan. Sumber pengetahuan untuk metode kewenangan (method of authority) ialah orang, lembaga dan sebagainya yang telah diterima dan diyakini umum memiliki kewibawaan atau kewenangan untuk menyatakan hal-hal yang ‘benar’. Seseorang dapat menerima dan meyakini bahwa sesuatu itu benar karena hal itu telah dinyatakan demikian oleh pihak yang dipandang mempunyai wewenang atau kewibawaan untuk menyatakan jawaban atas hal yang dipermasalahkan.
Pihak yang dipandang berwenang dan memiliki kewibawaan itu misalnya ialah kitab suci, nabi, wali atau orang suci, ulama, pakar, guru, dukun, penguasa, pejabat instansi pemerintah, pemimpin masyarakat, dosen, lembaga penelitian, buku ajar dan jurnal ilmiah.
Sumber mungkin sebelumnya mendapat pengetahuan melalui metode kegigihan, intuisi, atau ilmiah. Telah umum dalam dunia penelitian ilmiah orang menggunakan temuan, rumus, teori atau dalil sebelumnya yang dapat ditelusuri dalam buku ajar, jurnal ilmiah, makalah ilmiah dan sebagainya dalam menemukan, mengenal, menyaring dan merumuskan masalah maupun dalam membahas temuan-temuan dari hasil penelitiannya sendiri.
Pewenang ilmiah adalah orang-orang yang karena latar belakang pendidikan formal akademisnya atau pengalaman kerja ilmiah dalam suatu bidang ilmu-pengetahuan dipandang sebagai pihak yang berwenang dalam suatu bidang ilmu-pengetahuan. Pendapat-pendapat mereka sering diterima tanpa sikap kritis, tanpa ditelaah lagi dan dianggap sebagai benar adanya mengingat wewenang atau reputasinya. Kendati sebetulnya pendapat pewenang ilmiah itu tidak selalu benar. Tidak jarang terjadi pendapat mereka kemudian hari ternyata tidak benar. Tidak jarang pendapat pewenang ilmiah bukan didasarkan atas hasil penelitian mendalam, tetapi menurut logika mereka sendiri yang tentu sangat tergantung pada kebenaran premis-premis yang digunakan.
Metode Intuisi atau Metode a priori
Intuisi adalah daya atau ketajaman perasaan seseorang segera melihat, menemukan atau memahami adanya suatu ‘kebenaran’ menurut akal sehat, tanpa mengadakan penalaran dan penyelidikan lebih dalam. Dalam pendekatan intuitif orang langsung menentukan ‘pendapat’ mengenai sesuatu berdasarkan ‘ilham’ yang didapat seketika dan tak-disangka melalui proses tak-disadari yang tidak terpikirkan dan terencanakan lebih dahulu.
Seperti halnya dengan metode kegigihan dan kewenangan, metode intuisi (Cohen dan Nagel dalam Kerlinger, 1973) atau metode a priori (Peirce dalam Kerlinger, 1973) bersifat subjektif. Kelebihan metode intuisi dibandingkan dengan kedua metode dibicarakan terdahulu ialah sudah digunakannya penilaian dengan nalar atau akal sehat sebelum menyatakan atau memutuskan bahwa sesuatu itu ‘benar’. Dengan metode intuisi sesuatu dianggap benar karena secara nalar atau akal sehat tampaknya memang dirasakan jelas ‘benar’.
Landasan metode ini ialah alasan masuk akal. Sedangkan pengalaman atau pengamatan sebagai batu uji belum dilakukan. Agaknya, gagasan yang digunakan ialah bahwa dengan komunikasi terbuka, dari hati ke hati, orang dapat menemukaan ‘kebenaran’ karena hati nurani manusia cenderung mencari ‘kebenaran’.
Yang menjadi masalah pada metode ini ialah apa yang dimaksudkan dengan ‘rasanya jelas benar’, karena tiap orang dapat saja mempunyai cara pandang dan menilai yang berlainan. Dengan jalan yang sama dalam mencari pengetahuan, dua orang dapat saja menemukan pengetahuan yang berbeda atas objek yang sama, karena perbedaan dalam cara menilai yang beralasan menurut pandangan dan perasaan masing-masing. Lalu dengan demikian, siapa di antara mereka yang ‘benar’ atau jangan-jangan semuanya keliru.
Selain itu dalam mencari pembenaran atas ‘yang rasanya jelas benar’ itu orang cenderung menunjuk fakta secara selektif. Yaitu, untuk kasus yang memihak kepada hal yang dianggap ‘benar’ oleh perasaan sendiri. Misalnya, dengan menunjuk si anu, si anu, ....yang jumlahnya cukup banyak, orang sampai kepada simpulan bahwa "orang Bali berbakat seni tari, pahat atau lukis; orang Batak gemar seni suara dan terampil main catur; orang Minang berbakat dagang", tanpa melakukan pemeriksaan lebih lanjut sebenarnya ada berapa banyak orang Bali yang tidak suka menari, tidak mahir membuat patung, atau tidak terampil melukis; berapa banyak orang Batak yang tidak pandai menyanyi atau main catur; berapa banyak orang Minang yang tidak berdagang atau kurang berhasil dalam usaha dagangnya.
Pencapaian pengetahuan dengan akal sehat dapat diwarnai oleh kepentingan orang yang melakukannya. Penggunaan akal sehat mudah berubah menjadi pra-sangka. Dengan akal sehat orang cenderung mempersempit pengamatannya karena diwarnai pra-sangka. Orang sering cenderung melihat hubungan antara dua hal sebagai suatu hubungan sebab-akibat langsung sederhana. Padahal mungkin gejala yang teramati itu merupakan akibat dari berbagai sebab. Dengan akal sehat orang cenderung ke arah pembuatan generalisasi yang terlalu luas.
Namun perlu diingat bahwa berpikir intuitif tidak selalu berhubungan dengan atau menghasilkan pengetahuan yang bersifat sebagai pra-sangka primordial (gender, ras, dan sebagainya), tabu, takhyul, dan sebagainya. Sir Ronald Aymer Fisher, seorang tokoh legendaris pendiri ilmu statistika mutakhir, sangat terkenal dengan pemikiran intuitifnya dalam pengembangan statistika. Tidak sedikit dari intuisinya kemudian hari ternyata teruji atau dapat dibuktikan oleh pakar-pakar statistika dan matematika lainnya.
Catatan
Metode Delphi, yang melibatkan sejumlah pakar yang berwewenang dalam bidang-bidangnya yang diminta untuk menyatakan pandangan-pandangan bebasnya mengenai suatu masalah, dalam beberapa iterasi sampai kira-kira mendekati konvergensi umum, dipandang sebagai suatu metode intuisi yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Lihat misalnya Linstone, H. A.& M. Turoff (Eds). 1975. The Delphi Method; Techniques and applications. Addison-Wesley Pub. Co., Reading, Masachusetts.
Metode Ilmiah
Metode ilmiah dikenal sebagai suatu cara objektif dalam menemukan pengetahuan. Dengan metode ilmiah orang berusaha untuk memperoleh kebenaran ilmiah, yaitu pengetahuan yang kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapa pun yang meragukan kebenarannya. Metode ini lebih menonjol daripada ketiga metode telah dikemukakan terdahulu, khususnya karena keobjektifannya. Sepanjang jalan dalam mengembangkan pengetahuan peneliti selalu menilai dan memperbaiki pengetahuan yang didapat; secara terus-menerus dengan menggunakan kendali atau pengujian.
Pengetahuan yang didapat dengan metode ilmiah diperoleh melalui penelitian ilmiah. Yaitu, penelitian yang dirancang khusus untuk menguji suatu teori mengenai suatu masalah yang perlu diteliti. Atau, suatu penelitian yang dirancang untuk membangun suatu teori baru mengenai suatu hal. Teori dikembangkan berdasarkan data empiris melalui penelitian yang teratur dan terkendali. Suatu teori dapat diuji dalam hal kekonsistenan internalnya. Jika penelitian ulang dilakukan menurut langkahlangkah dan prosedur serupa serta pada kondisi identik (ceteris paribus), maka akan didapat pengetahuan yang konsisten, yaitu hasil yang sama atau hampir sama dengan temuan terdahulu. Langkah-langkah penelitian yang teratur dan terkendali itu telah terpolakan dan sampai batas tertentu diakui oleh umum. Pendekatan ilmiah akan menghasilkan pengetahuan serupa bagi hampir setiap orang, karena pendekatan tersebut tidak diwarnai bias subjektif dari keyakinan dan perasaan pribadi.
Dalam satu hal berpikir ilmiah dan mengikuti akal sehat sejalan. Karena ilmu dapat juga ditemukan dari pengembangan sistematis dan terkendali terhadap akal sehat. Sedangkan akal sehat ialah suatu rangkaian dan kerangka pemikiran untuk pemenuhan keperluan praktis manusia. Tetapi, Whitehead (dalam Kerlinger, 1973) berpendapat bahwa selalu mengikuti pendapat umum buruk pengaruhnya terhadap berpikir kreatif. Apalagi jika digunakan dalam mengevaluasi pengetahuan. Mengikuti pendapat umum tidak menghasilkan pengetahuan baru selain dari yang telah menjadi pendapat umum itu.
Ilmu jelas berbeda dengan pengetahuan khalayak terutama dalam lima hal, yaitu semuanya bersumber dari sekitar penggunaan kata ‘sistematis’ dan ‘dikendali’:
1. Ilmuwan membangun struktur teoritiknya dengan sistematis, mengujinya untuk mengetahui kekonsistenan
internalnya dan memperlakukan aspek-aspeknya untuk uji empiris. Sedangkan khalayak biasanya
menggunakan “teori” dan “pemikiran” dalam pengertian lebih lepas. Bagi ilmuwan, pemikiran-pemikiran
dengan istilah-istilah yang terdefinisikan dengan baik dan ketat itu tidak harus tepat menggambarkan
kenyataan atau gejala sebenarnya yang dihadapi. Pemikiran tersebut dapat dikatakan sebagai keluar dulu
dari dunia nyata, karena pada hakekatnya pemikiran yang diberikan ilmuwan atas suatu masalah merupakan
suatu ‘abstraksi’.
2. Ilmuwan menguji teori atau hipotesisnya dengan sistematis berdasarkan data empiris. Di sini ilmuwan kembali ke dunia nyata. Masyarakat umum juga mempunyai “hipotesis”, tetapi mereka biasanya menguji dalam bentuk selektif untuk menjaga kekonsistenan hipotesisnya.
3. Perbedaan ketiga terletak pada adanya pengendalian. Dalam penelitian ilmiah, ilmuwan berusaha merumuskan dengan cermat peubah apa yang berpengaruh dan peubah apa yang dipengaruhinya. Dengan perkataan lain, apa yang menjadi “sebab” sehingga suatu “akibat” terjadi, dan mengapa atau bagaimana hal itu terjadi. Suatu “korelasi” tidak selalu dapat diartikan sebagai suatu “kausasi”, yaitu misalnya karena hadirnya pengaruh peubah-peubah pembaur atau penggubah. Tidak jarang orang tidak dapat mengukur pengaruh peubah sebab meskipun dapat dikenali dan sebagai penggantinya digunakan peubah-peubah indikatornya. Tetapi, peubah indikator tentu saja hanya sebagai indikator, yang tidak selalu tepat mencerminkan pengaruh peubah sebab yang dimaksud. Beberapa peubah indikator mungkin merupakan “peubah-peubah proksi”. Penjelasan yang dikemukakan oleh umum atas suatu gejala yang teramati jarang diberikan secara bersistem. Mereka biasanya kurang memberikan perhatian terhadap pengendalian pengaruh sumber-sumber tambahan di luar peubah-peubah penelitian. Mereka cenderung menerima penjelasan yang bersesuaian saja dengan pemikirannya semula dan bertindak bias dengan mengabaikan halhal yang bertentangan dengan pemikirannya.
4. Untuk hal berikut ini perbedaan sikap ilmuwan dan umum tidak begitu tajam. Ilmuwan dengan sadar dan teratur asyik berpikir dalam melacak dan menelusuri hubungan-hubungan antar gejala-gejala. Orang awam menggunakan pendapat umum dalam menjelaskan suatu gejala. Tetapi, buah pikirannya tentang hubungan-hubungan longgar, tidak bersistem, tidak dikendali dan sering menerima dengan segera kejadian yang gejala-gejalanya belum jelas tertelaah sebagai suatu hubungan sebab-akibat.
5. Dalam metode ilmiah alasan metafisik tidak dipertimbangkan dalam menjelaskan hubungan-hubungan antar gejala yang diamati. Karena penjelasan demikian tidak dapat diuji, kendati sebagai individu seorang ilmuwan mungkin saja mempercayai juga beberapa hal yang gaib.

PERSTATISTIKAN

STATISTIK, STATISTIKA DAN PERSTATISTIKAN
Setiap pengamatan (observation) berhadapan dengan dua hal yang tak-terpisahkan:
* objek yang diamati
* untuk peubah (variable) apa pengamatan terhadap objek dilakukan
Pengamatan-pengamatan dilakukan terhadap satuan-satuan pengamatan (observation units) dari bentuk-bentuk (shapes) atau ukuran-ukuran (sizes) tertentu. Bentuk-bentuk atau ukuran-ukurannya mungkin berbeda-beda (heterogen) atau serupa (homogen).
Suatu pengamatan untuk suatu peubah pengamatan mungkin memiliki suatu satuan ukur (measurement unit) atau tidak memiliki satuan ukur.
Statistik
Sembarang unsur dari suatu gugus data atau informasi mengenai sejumlah objek pengamatan dinamakan sebagai statistik. Sembarang ringkasan data seperti rataan (mean), median dan simpangan baku (standard deviation) yang didapat dari suatu contoh (sample) juga disebut sebagai statistik. Penduga (estimator) atau dugaan (estimate) bagi suatu parameter populasi data atau parameter dari suatu model populasi juga dinamakan sebagai suatu statistik.
Statistika
Statistika ialah suatu bidang ilmu, pengetahuan dan seni yang mempelajari seluk-beluk statistik. Termasuk mengenai sifat-sifatnya dan penerapannya ke dalam berbagai bidang ilmu-pengetahuan, teknologi, penelitian serta pengembangan dan kegiatan rutin sehari-hari.
Sejarah Perkembangan Statistika
Sebagai pengetahuan dan seni tentang statistik usia statistika dapat dianggap sudah cukup tua juga, yaitu sejalan dengan sejarah peradaban manusia itu sendiri. Lukisan manusia purba didinding gua misalnya mengenai hewan-hewan buruan atau peliharaan dapat dipandang sebagai bukti bahwa mereka telah ‘berstatistik’. Tetapi umum telah disepakati bahwa tonggak kelahiran perstatistikan adalah dalam zaman menjelang kelahiran nabi Isa.
Konon kata “statistik” berasal atau pernah ada hubungannya dengan penyelenggaraan kehidupan bernegara (Inggeris: state; Belanda: staat). Pengumpulan keterangan pada mulanya dilakukan atas perintah raja suatu negara yang ingin mengetahui kekayaan negara (dan jajahannya) maupun warganya berupa hasil pertanian, hewan piaraan dan sebagainya.
Teladan tertua mengenai kegiatan pengumpulan data semacam itu dapat diambil dari zaman pemerintahan kaisar Augustus dari Kekaisaran Romawi. Kaisar membuat pernyataan bahwa seluruh penduduk dunia di bawah kekaisaran harus dikenakan pajak. Semua orang harus terdaftar di permukiman asalnya. Oleh karena itu, jika tidak demikian maka nabi Isa tidak dilahirkan di Bethlehem tetapi mungkin di Nazareth.
Peristiwa sejarah lain yang dapat dikemukakan adalah sewaktu William si Penakluk menyelenggarakan sensus penduduk dan kekayaan warga negara Kerajaan Inggeris Raya untuk keperluan penentuan pajak. Semua keterangan yang dikehendaki itu dicatat dalam “Domesday Book”.
Seni dan pengetahuan empiris tentang prosedur pengumpulan data untuk keperluan negara dan cara-cara penyajiannya dalam bentuk tabel atau graf agar lebih mudah untuk ditafsir dan disimpulkan yang didapat dari pengalaman selama berabad-abad itu menjadi cikal ilmu statistika mutakhir.
Sebagai suatu ilmu usia statistika tergolong masih muda. Yaitu dapat dikatakan bermula pada tahun-tahun peralihan dari abad XIX ke XX. Karl Pearson (1857 – 1936) dapat disebut sebagai salah seorang ‘bidan’ kelahiran pemikiran ilmu statistika dengan jurnal ilmiah Biometrika sebagai sarananya. Untuk bidang ilmu-ilmu hayat, pertanian dan ilmu kesehatan statistika induktif mulai berkembang dengan pesatnya setelah terbit buku Statistical Methods for Research Workers yang ditulis oleh R. A. Fisher (1890 – 1962) pada tahun 1925. R. A. Fisher (yang cara berpikirnya banyak dipengaruhi oleh aliran statistika yang dianut Karl Pearson) merupakan promotor penerapan prosedur statistika dalam bidang ilmu-ilmu hayat, genetika, pertanian dan ilmu pengobatan.
Selain R. A. Fisher beberapa ilmuwan lain yang turut memberikan sumbangan pemikiran penting sebagai landasan kokoh yang berguna dalam pengembangan statistika di antaranya ialah Jerzey Neyman dan E. S. Pearson. Dalam tahun 1936 dan 1938 mereka mengemukakan teori mengenai pengujian hipotesis yang menjadi landasan bagi kajian-kajian statistika selanjutnya.
Selama Perang Dunia II seorang statistisi bernama Abraham Wald (1920 – 1950) melansir pemikiran-pemikiran statistika yang pernah menjadi rahasia perang bala tentara sekutu. Hasil pemikirannya itu kemudian diterbitkan dalam dua buah buku, yaitu Sequential Analysis dan Statistical Decision Function.
Sehubungan dengan itu perlu juga disebut L. J. Savage dengan bukunya Foundations of Statistics. Dari pemikiran ini kemudian berkembang suatu cabang Statistika Induktif yang dinamakan sebagai “Statistika Subjektif”. Jika tadinya semua penarikan simpulan statistis dilakukan bebas dari pandangan pribadi penyidik masalah, maka dalam statistika subjektif penarikan simpulan dilakukan dengan memasukkan pandangan pribadi penyidik masalah sebagai salah satu faktor penentu. Perkembangan statistika ini terutama sangat pesat dalam kegiatan-kegiatan yang meminta adanya strategi seperti dalam kemiliteran dan manajemen.
Dalam dua-tiga dasawarsa terakhir ini terjadi perkembangan sangat pesat dari statistika, baik sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri maupun sebagai suatu ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam berbagai bidang ilmu-pengetahuan bukan statistika, teknologi, penelitian & pengembangan dan berbagai keperluan praktis dalam kegiatan dari berbagai lembaga. Dari tahun ke tahun makin banyak saja bidang-bidang bukan-statistika menerapkan statistika sebagai suatu “alat bantu” atau “bahasa ilmu” yang dapat diandalkan.
Perkembangan melahirkan berbagai aliran pemikiran dalam statistika yang tidak jarang menimbulkan debat dan polemik di kalangan ilmuwan statistika sendiri. Di antaranya yang terkenal ialah debat antara aliran Fisher lawan aliran Bayes. Beberapa konsep ada yang masih dalam kontroversi.
Sumbangan dari Kemajuan Teknologi Informatika
Perkembangan yang terjadi dalam dua-tiga dasa warsa terakhir ini dapat dikatakan tidak terlepas dari meningkatnya tantangan berupa masalah-masalah nyata yang makin kompleks dari dunia praktik dan perkembangan pesat fasilitas komputasi, baik dalam hal piranti kerasnya maupun lunaknya.
Dengan kemajuan pesat fasilitas komputasi yang makin ‘sophisticated’, berkemampuan serta berkecepatan proses tinggi, tetapi personal dan ramah maka banyak konsep statistika yang tadinya untuk sementara ‘digantung’ dalam bentuk teori-teori beraroma matematis yang elegan - yang bagi kebanyakan pengguna sukar dicerna - kini menjadi operasional untuk diterapkan terhadap data empiris. Ringkasan-ringkasan data juga makin terbuka untuk disajikan dalam bentuk graf. Ini melahirkan cabang-cabang baru seperti “Komputasi Statistis” dan “Grafika Komputer”.
Statistika Deskriptif yang semula di mata tidak sedikit orang (bahkan ada di kalangan ilmuwan statistika sendiri) dipandang sebagai kurang ‘gaya’ dibandingkan dengan Statistika Inferens kini dapat direvitalisasi. Ini misalnya melahirkan “Exploratory Data Analysis” dalam pandangan “let the data speak for themselves”, yang dipandang lebih realistik daripada a priori memegang sejumlah pertimbangan dan anggapan yang diperlukan dalam menganalisis suatu gugus data. Untuk menerapkan suatu teori sebaran peluang-peluang peubah acak pengguna statistika tidak hanya berhadapan dengan sederet anggapan-anggapan untuk bidang masalah tetapi juga dengan pertimbangan dan anggapan statistis yang harus dipenuhi juga sebagai syarat keabsahan penerapan suatu teknik atau metode statistika.
Dengan kemajuan fasilitas komputasi beberapa cabang statistika seperti yang bekerja dengan sebaran bebas, yaitu statistika non-parametrik dan Model-model Nonlinear (yang dalam komputasi memerlukan iterasi atau simulasi matematis) telah banyak berkembang. Dari semua kemajuan yang telah dicapai tadi dapat didudukkan kembali salah satu fungsi statistika, yaitu sebagai suatu alat untuk penelitian dan pengembangan. Ini tidak hanya dapat diterapkan untuk suatu penelitian dari orientasi “deduktif – induktif” tetapi juga untuk orientasi sebaliknya, yaitu “induktif – deduktif”. Hal ini masih banyak tidak dikira oleh kebanyakan pengguna statistika.
Penerapan Statistika
Dalam usianya yang nisbi masih muda statistika kini sudah meluas diterapkan dalam berbagai bidang ilmu-pengetahuan, teknologi dan manajemen. Beberapa bidang ilmu-pengetahuan bukan statistika bahkan menerapkan teknik-teknik statistika tertentu dengan intensif dan menuntut penamaan sendiri menurut bidang penerapan:

biometrika, biostatistika, genetika statistis, psikometrika, statistika pendidikan, environmetrika, fisika statistis, teknometrika, statistika industri, ekonometrika, sosiometrika dan sebagainya.

Pengguna tiap cabang statistika terapan tadi ada yang menuntut untuk teknik-teknik statistika tertentu yang populer digunakan di bidangnya.
Sementara itu, sebagai suatu bidang ilmu, statistika juga berkembang dan melahirkan berbagai cabang dalam ilmu statistika baik untuk aspek-aspek teoritisnya maupun penerapannya. Tidak sedikit dari konsep-konsep statistika terkembangkan dari hasil antisipasi pemikiran statistis terhadap masalah-masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa di antara penerapan konsep teoritis statistika baru berkembang kemudian karena adanya kendala, seperti dukungan dari bidang ilmu matematika dan ketersediaan piranti keras maupun lunak untuk pengkomputasian statistis.
Kegunaan statistika dalam berbagai bidang ilmu-pengetahuan telah lama dirasakan dan disadari dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Mahasiswa dari beberapa program studi bukan statistika tertentu perlu dibekali dengan pengetahuan statistika. Hal ini terlihat dari penyantuman satu atau beberapa matakuliah statistika dalam kurikulum program-program studi dari beberapa bidang ilmu-pengetahuan seperti pertanian (termasuk peternakan, perikanan & kelautan, kehutanan, teknologi pertanian dan kedokteran veteriner), matematika dan ilmu-ilmu pengetahuan alam, kedokteran, teknik, ekonomi, psikologi, ilmu sosial dan ilmu politik dan kependidikan.
Pemberian satu atau lebih matakuliah dalam statistika dimaksudkan untuk membekali mahasiswa agar mampu menggunakan statistika sebagai suatu ‘alat’ atau ‘bahasa’ bantu dalam memahami dan mengembangkan sendiri konsep-konsep dalam bidang-bidang ilmu minatnya sendiri dan sebagai ‘alat’ berharga untuk penelitian dan pengembangan dalam suatu bidang ilmu-pengetahuan dan teknologi.
Sayang, dari pengalaman selama ini pengajaran statistika sering kurang ditujukan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang cara bernalar statistis serta peranan dan kegunaannya dalam usaha penemuan jawaban bagi suatu masalah nyata di berbagai bidang ilmu-pengetahuan atau bahkan dalam keperluan praktis sehari-hari.
Perstatistikan
Dalam buku larisnya Statistics; Concepts and Controversies David S. Moore (1997) membagi berbagai kegiatan dalam perstatistikan ke dalam aspek-aspek:
Pemproduksian data
Pengorganisasian data
Penarikan simpulan dari data
Hal itu tampaknya sejalan saja dengan penggolongan masyarakat perstatistikan di Indonesia secara umum yaitu: produsen statistik, konsumen statistik dan pengembang statistika. Pemilahan tersebut adalah posisional yaitu menurut situasi, keadaan dan kesempatan yang ada sesuai dengan minat dan kemampuan seseorang dalam suatu aspek dari perstatistikan atau cabang statistika.
Pemproduksian data
Beberapa pertanyaan relevan yang perlu diperhatikan dalam aspek kegiatan pemproduksian data antara lain adalah:
Data apa saja yang dikumpulkan, dipantau, diakses, dikutib dan sebagainya? Terhadap apa atau siapa saja? Mengapa atau untuk tujuan apa data itu dikumpulkan? Bagaimana atau apa metode serta prosedur pengumpulan data yang digunakan? Kapan atau kapan saja pengamatan-pengamatan dalam pengumpulan data dilakukan? Apa instrumen (berikut spesifikasinya) yang digunakan dalam pengamatan? Dioperasikan oleh siapa?
Pada dasarnya data dikumpulkan untuk memperoleh informasi berharga yang:
(i) dibutuhkan,
(ii) komprehensif,
(iii) jelas,
(iv) sah,
(v) terukur/ternilai,
(vi) seksama,
(vii) tidak bias,
(viii) teliti,
(ix) terverifikasi dan tervalidasi,
(x) tepat waktu dan
(xi) dapat diakses cepat dan mudah.
Beberapa konsep atau aspek statistis mengenai rancangan kajian dalam bentuk sebagai pengantar dibicarakan dalam Blog 6. Bahan tersebut menyinggung masalah-masalah dalam pengumpulan data dengan metode survei contoh peluang, percobaan contoh (randomized dan quasi) dan kajian observasional/ kasus.
Pengorganisasian data
Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam aspek pengorganisasian data antara lain adalah
(i) Penanganan data: penyuntingan, penyandian, pemasokan data ke dalam media elektronik, penyuntingan,
verifikasi, validasi, kompilasi dan seterusnya sampai tersediakan berkas database bersih siap analisis.
(ii) Analisis data pada dasarnya adalah untuk memproduksi ringkasan data siap saji untuk ditafsirkan dan
disimpulkan sebagai ‘jawaban’ atas`’pertanyaan’ seperti tersirat atau tersurat dalam rumusan masalah,
pernyataan masalah atau pernyataan hipotesis dan tujuan kajian.
Sebagian besar dari isi buku ini membahas asas-asas, landasan-landasan dan penerapan analisis data, yaitu diusahakan melalui teladan-teladan dengan data empirik.
Penarikan simpulan dari dataSimpulan statistis bukanlah ‘ultimate results’. Melalui teladan-teladan yang diberikan buku ini hanya membeberkan tafsiran-tafsiran dan simpulan-simpulan statistis yang dapat mengantarkan kepada tafsiran-tafsiran dan simpulan-simpulan lebih lanjut menurut ‘bahasa’ bidang masalah.